29 Juli 2012


Al-Quran adalah firman Allah sebagai sumber utama untuk setiap keyakinan dan ibadah orang Islam. Hal ini merupakan sebuah peraturan untuk semua subjek yang berhubungan dengan manusia, kebijakan, ajaran, ibadah, jual-beli, hukum, dan lain-lain. Akan tetapi yang Paling utama adalah hubungan antara Allah dan makhluk Nya. Pada saat yang sama, al-Quran juga memberikan pedoman dan ajaran secara mendetail tentang kemasyarakatan, bergaul atau berperi laku dengan sesama manusia dan sistem ekonomi secara adil.
Mushaf al-Quran diturunkan kepada Nabi Muham­mad SAW dalam bahasa Arab. Sehingga banyak terjemahan al-Quran, baik yang diterjemahkan ke daiam bahasa Inggris atau bahasa lain. Tidak ada al-Quran lain atau versi lain al-Quran selain al-Quran itu sendiri. Al-Quran tetap eksis hanya dalam bahasa Arab sejak diturunkan.
Nabi Muhammad SAW lahir di Makkah, Jazirah Arab, tahun 570 M. Ayahnya meninggal sebelum beliau lahir dan sebentar kemudian ibunya juga meninggal. Akhirnya beliau diasuh pamannya, salah satu orang yang dihormati di suku Quraisy. Dia diasuh dalam keadaan buta huruf tidak dapat membaca atau menulis dan tetap dengan keadaan demikian sampai meninggal. Begitu beliau tumbuh dewasa, dia terkenal sebagai seorang yang jujur, terpercaya, dermawan, dan tulus hati. Karena dia orang yang dapat dipercaya, dia mendapat julukan al-Amin.
Nabi Muhammad SAW sangat tafakur dan dia sangat dibenci oleh masyarakat yang menyembah berhala sepanjang dekade. Pada waktu berumur empat puluh tahun, Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama kali dari Allah SWT melalui malaikat Jibril. Wahyu itu berlangsung selama 23 tahun dan terkumpul dalam sebuah mushaf yang terkenal dengan nama al-Quran.
Hadis adalah perkataan Nabi Muhammad SAW yang juga dijadikan sumber kedua. Akan tetapi, pernyataan ini tidak dijadikan susunan kata secara langsung dari Allah. Sesegera mungkin dia mulai menyampaikan al-Quran dan mengajarkan kebenaran yang telah Allah turunkan kepadanya, dia dan pengikutnya yang masih sedikit mendapat penyiksaan dari orang-orang kafir. Penganiayaan itu semakin berat sampai tahun 622 M, dimana Allah memerintahkan mereka untuk berhijrah.
Hijrah ini dari kota Makkah ke kota Madinah, sekitar 400 kilometer ke arah utara. Peristiwa hijrah ini lantas dijadikan sebagai pedoman kalender Hijriah.
Setelah beberapa tahun, Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya sanggup untuk kembali ke Makkah di mana mereka memaafkan musuh-musuhnya. Sebelum Nabi Muhammad SAW meninggal pada umur 63 tahun, Islam telah menyebar ke seluruh ke Jazirah Arab. Dan sampai berabad-abad sepeninggainya, Islam telah menyebar ke Barat sampai ke Spanyol dan ke Timur sejauh Cina.
Di antara alasan-alasan mengapa Islam cepat berkembang dan menyebar karena Islam mengajarkan kebenaran dan perdamaian. Islam memiliki keyakinan, mengajarkan, dan merupakan agama tauhid, yaitu yang hanya menyembah satu tuhan, satu-satunya Tuhan yang patut disembah.
Nabi Muhammad SAW adalah contoh teladan yang memiliki sifat jujur, adil, murah hati, selalu mengasihi, dan pemberani. Dia menghilangkan semua tindak kejahatan dan berusaha sejauh mungkin semata-mata demi agama Allah dan pahala-Nya di akhirat nanti. Semua urusan dan perbuatannya dia sandarkan pada Allah.

21 Desember 2010

HEMORROID

BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

HEMORROID

A. Pengertian
Hemoroid adalah pelebaran vena didalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik. Hanya apabila menyebabkan keluhan atau penyulit diperlukan tindakan.
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid dibagi menjadi 2, yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media, dan hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai istilah yang digunakan, maka hemoroid eksterna timbul di sebelah luar otot sfingter ani, dan hemoroid interna timbul di sebelah dalam sfingter.

B. Etiologi
Faktor predisposisi yaitu : Herediter, Anatomi, Makanan, Pekerjaan, Psikis dan Senilis, konstipasi dan kehamilan.
Faktor presipitasi adalah faktor mekanisme (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intraabdominal), fisiologis dan radang.
Umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi salling berkaitan.

C. Klasifikasi
Hemaroid dibedakan menjadi dua yaitu :
 Hemaroid Intern adalah Vena yang berdilatasi pada pleksus vena hemoroidalis superior dan media atau hemoroid yang terjadi atas sfingter anal. Hemaroid intern ini dibagi menjadi 4 tingkat yaitu :
- Tingkat I : varises satu atau lebih V. hemoroidales interna dengan gejala perdarahan berwarna merah segar pada saat buang air besar.
- Tingkat II : varises dari satu atau lebih v. hemoroidales interna yang keluar dari dubur pada saat defekasi tetapi masih dapat kembali dengan sendirinya.
- Tingkat III : seperti tingkat II tetapi tidak dapat masuk spontan, harus didorong kembali.
- Tingkat IV : telah terjadi inkarserasi
 Hemaroid ektern yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemaroid inferior terdapat disebelah distal garis mukokutandidalam jaringan dibawah epitel anus atau hemaroid yang muncul di luar sfingter anus.

D. Tanda dan gejala
Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma, bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung – ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik atau skin tag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
Hemoroid interna diklasifikasikan sebagai derajat I, II dan III. Hemoroid interna derajat I (dini) tidak menonjol melalui anus. Lesi biasanya terletak pada posterior kanan dan kiri dan anterior kanan mengikuti penyebaran cabang – cabang vena hemoroidalis superior dan tampak sebagai pembengkakan globular kemerahan. Hemoroid derajat II dapat mengalami prolapsus melalui anus setelah defekasi. Hemoroid derajat III mengalami prolapsus secara permanen. Gejala – gejala hemoroid interna yang paling sering adalah perdarahan tanpa nyeri, karena tidak ada serabut – serabut nyeri pada daerah ini. Kebanyakan kasus adalah hemoroid campuran interna dan eksterna.

E. Patofisiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Beberapa faktor etiologi telah diajukan, termasuk konstipasi atau diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroma uteri, dan tumor rectum. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke dalam sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik. Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rektum terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan umumnya terjadi akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar meskipun berasal dari vena karena kaya akan asam. Nyeri yang timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan mengakibatkan iskemi pada daerah tersebut dan nekrosis.
Hemoroid interna:
Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius. Selain itu Sistem vena portal tidak mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik.
Hemoroid eksterna:
Robeknya vena hemorroidalis inferior membentuk hematoma di kulit yang berwarna kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri. Bentuk ini sering nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri

F. Manifestasi klinik
Gejala utama berupa :
 Perdarahan melalui anus yanng berupa darah segar tanpa rasa nyeri
 Prolaps yang berasal dari tonjolan hemaroid sesuai gradasinya.
Gejala lain yang mengikuti :
 Nyeri sebagai akibat adanya infeksi sekunder atau trombus.
 Iritasi kronis sekitar anus oleh karena anus selalu basah.
 Anemia yang menyertai perdarahan kronis yang terjadi

G. Pemeriksaan dan diagnosis
1. Anamnesa : BAB diselimuti darah segar atau menetes darah segar sehabis BAB.
2. Fisik : Kemungkinan tidak ditemui kelainan pada pemeriksaan luar, kadang-kadang didapatkan anemia.
3. Colok dubur : Tidak didapatkan rasa nyeri, tidak teraba tumor. Colok dubur harus dilakukan untuk mendapatkan kelainan lain.
4. Proktoskopi : ditentukan lokal dan gradasi hemoroid interna yang selanjutnya digunakan untuk menentukan cara pengobatannya.

H. Diagnosis Banding
Pada penderita dewasa harus di diagnosa banding :
 Karsinoma rektum
 Karsinoma anus
 Fisura ani
 Amubiasis
 Polip rektum
Pada penderita anak harus di-diagnosa banding :
 Polip rektum
 Invaginasi
 Fisura ani

I. Komplikasi
 Perdarahan
 Trombosis
 Prolaps

J. Penatalaksanaan
Hemorroid interna diterapi sesuai dengan tingkatnya, sedangkan Hemorroid eksterna selalu dengan operasi. Konservatif indikasi untuk tingkt 1-2, < 6 jam, belum terbentuk trombus. Operatif indikasi untuk tingkat 3-4, perdarahan dan nyeri. 1. Gejala hemorroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan: a. Higiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi. b. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam, bila gagal dibantu dengan menggunakan laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati usus. c. Tindakan untuk mengurangi pembesaran dengan cara: rendam duduk dengan salep, supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring. 2. Beberapa tindakan nonoperatif untuk hemorroid: a. Foto koagulasi infra merah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tehnik terbaru untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya b. Injeksi larutan sklerosan efektif untuk hemorrhoid yang berukuran kecil. 3. Tindakan bedah konservatif hemorrhoid internal Adalah prosedur ligasi pita karet. Hemorrhoid dilihat melalui anosop, dan bagian proksimal diatas garis mukokutan dipegang dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan diatas hemorrhoid. Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari danm dilepas. Terjadi fibrosis yang mengakibatkan mukosa anal bawah turun dan melekat pada otot dasar. Meskipun tindakan ini memuaskan beberapa pasien, namun pasien lain merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemorroid sekunder dan infeksi perianal. 4. Hemoroidectomy kriosirurgi Adalah metode untuk menghambat hemorroid dengan cara membekukan jaringan hemorroid selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis. Meskipun hal ini kurang menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau angat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh. 5. Metode pengobatan hemorroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang harus diatasi dengan bedah lebih luas. 6. Hemorroidectomy atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemorroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operasi selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa Oxigel dapat diberikan diatas luka kanal Perawatan pre dan post operasi
 Pre operasi Pasien mungkin diberikan laxatif dan diberi dorongann untuk memakan diet penuh dan normal hingga beberapa jam sebelum anattesi lokal dilakukan. Obat pelembek feses sering diberikan untuk memudahkan pengeluaran feses melalui rektum pasa masa post operatif dan laxatif besar mungkin diberikan untuk meningkatkan jumlah kotoran yang keluar. Enema mungkin di minta, dilakukan 1-2 jam sebelum pembedahan.  Post operasi Pembedahan ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Rasa nyeri yang merupakan akibat spasme rektal dapat menghambat buang air kecil dan defikasi. Rasa nyeri dapat diminimalkan dengan penggunaan analgetik, sitbath, dan pelembek feses. Selama 12 jam pertama setelah pembedahan perdarahan merupakan hal yang mungkin terjadi. Darah dapat terkumpul didalam lubang anal dan tidak dikeluarkan, untuk itu tanda-tanda lain dari perdarahan harus di monitor (TTV secaa periodik). Pada periode ini sitbath di hindari karena penghangatan akan menambahkan perdarahan lebih lanjut dengan melebarkan pembuluh darah. Peningkatan rasa nyaman : - Bantu pasien untuk tidur dengan posisi yang nyaman, tidur miring sering menjadi pilihan. - Gunakan ganjalan pengapung dibawah bokong waktu duduk. - Berikan obat-obat analgesik selama 24 jan pertama. - Gunakan pemanasan basah setelah 12 jam pertama : kompres rektal atau sit bath dilakukan 3-4 kaali/hari. Peningkatan eliminasi - Berikan pelembek feses sesui resep - Berikan analgetik jika mungkin, menjelang air besar pertama. - Jika diminta untuk enema, gunkan kateter yang diberi pelumas dengan baik atau tube rektal yang kecil Pendidikan pada pasien : - Lakukan sitbath setiap kali setelah BAB paling kurang 1-2 minggu setelah operasi. - Bila BAB lakukan dengan benar (relak dan jangan mengejan) dan menggunakan closed duduk. - Makan diet berserat yang adekuat, minum paling sedikit 2000 ml cairan dan berolah raga ringan. - Pelembek feses mungkin dibutuhkan setiap hari atau setiap beberapa hari hingga penyembuhan sempurna. - Lpaorkan gejala-gejala : perdarahan rektal, nyeri terus menerus waktu defikasi, drainasse yang supuratif. HEMORRHOIDECTOMY A. Pengertian adalah eksisi bedah untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses hemoroid. Prinsip pada hemoroidectomy adalah eksisi hanya pada jaringan yang menonjol dan eksisi konservasi kulit serta anoderm normal B. Indikasi  Penderita hemorroid yang mengalami keluhan menahun da pada penderita hemoroid derajat III dan IV.  Penderita yang mengalami perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana. C. Prosedur Tindakan  Selama pembedahan. Sfingter rektal biasanya melebar secara digital dan hemorroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian potong. Setelah prosedur operasi selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya buang angin dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa Oxigel dapat diberikan diatas luka anal  Sesudah operasi Pembedahan ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Rasa nyeri yang merupakan akibat kekakuan anus dapat menghambat buang air kecil dan buang air besar. Rasa nyeri dapat diminimalkan dengan penggunaan penghilang nyeri dan pelembek tinja. Selama 12 jam pertama setelah pembedahan perdarahan merupakan hal yang mungkin terjadi. Darah dapat terkumpul didalam lubang anus dan tidak dikeluarkan. Peningkatan rasa nyaman : - Bantu pasien untuk tidur dengan posisi yang nyaman, tidur miring sering menjadi pilihan. Gunakan ganjalan pengapung dibawah bokong waktu duduk. Berikan obat-obat penghilang rasa nyeri selama 24 jam pertama.. Pendidikan pada pasien : - Makan diet berserat yang adekuat seperti sayuran dan buah-buahan, minum paling sedikit 2000 ml cairan dan berolah raga ringan. - Pelembek tinja mungkin dibutuhkan setiap hari atau setiap beberapa hari hingga penyembuhan sempurna. - Laporkan gejala-gejala : perdarahan rektal, nyeri terus menerus waktu buang air besar DAFTAR PUSTAKA Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.2. EGC. Jakarta Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year book. St. Louis Long. 1996. Perawatan medikal bedah. Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan Padjajaran. Bandung. Mansjoer,dkk. 2000. kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta Sjamsuhidayat, Jong. 2005. Ilmu Bedah edisi 2. EGC. Jakarta Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah bagian 2. EGC. Jakarta Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book. St. Louis Marjory godon,dkk. 2000. Nursing diagnoses: Definition & classification 2001-2002. NANDA Prince, Wilson. 1995. Patofisiologi konsep klinis proses-prpses penyakit , edisi 4, buku 2. EGC. Jakarta --------- 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi ilmu Bedah. Rumah sakit dr. Soetomo. Surabaya. Bab II Tinjauan Kasus I. Pengkajian Keperawatan A. Identitas Pasien Nama : Tn. G Umur : 38 tahun Jenis Kelamin : Laki – laki. Diagnosa : Hemorroid Agama : Islam Pendidikan : SMU Pekerjaan : Swasta Alamat : Komplek sako pusri blok A no 08 Palembang. Hari/Tanggal MRS : Jum’at / 12 November 2010 Ruang rawat : Perawatan Bedah II Dan lain-lain : no rekam medik 064352. BB : 58 Kg TB : 163 cm Jenis anestesi : Regional anestesi dengan tehnik Sub Arachnoid Blok. Status fisik : ASA 1 B. Anamnesa  Keluhan utama : Adanya benjolan pada anus/dubur dan nyeri.  Riwayat penyakit sekarang : Lebih kurang 8 bulan yang lalu bengkak di daerah anus sering berdarah waktu BAB dengan warna merah segar, nyeri ( + ), dan sebelumnya masih bisa dimasukkan tetapi sekitar 2 hari terakhir tidak bisa dimasukkan lagi. Pasien tidak pernah sesak nafas atau riwayat asma, tidak ada riwayat alergi tehadap makanan dan obat-obatan.  Riwayat penyakit dahulu : Sebelumnya pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini.  Riwayat kebiasaan sehari-hari : pasien tidak merokok, tidak minum alcohol, tidak pernah minum obat-obat penenang, narkotik, dan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan.  Riwayat kesehatan keluarga : tidak ada menderita kelainan seperti hipertensi, sesak napas, kencing manis, penyakit jantung, alergi obat dan tidak ada menderita penyakit yang sama. C. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos mentis, GCS : E4, V5, M6, jumlah 15. Vital Sign : TD = 150/80 mmHg, Nadi = 80x/mnt, RR = 20x/mnt, T = 36,6 0 C, BB: 60 Kg. Status Generalis 1. Pemeriksaan Kepala - Bentuk kepala : Simetris. - Rambut : Warna hitam, bersih. - Nyeri tekan : Tidak ada 2. Pemeriksaan Mata - Palpebra : Edema ( - ) - Konjunctiva : tidak anemis - Sklera : tidak ikterik - Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor Ø 3 mm. 3. Pemeriksaan Telinga - Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-) 4. Pemeriksaan Hidung - Napas cuping hidung ( - ), deformitas (-/-), rinore (-/-), - sumbatan (-/-) 5. Pemeriksaan Mulut dan Faring - Bibir sianosis (-), lidah terdapat benjolan pada pangkal, tonsil : dbn, gigi palsu (-) - kesulitan buka mulut (-), uvula jelas kelihatan, - gigi masih lengkap. 6. Pemeriksaan Leher - Deviasi trakea (-) - Kelenjar lympha : Tidak membesar, nyeri (-) - JPV tidak meningkat - Tidak ada gangguan fleksi extensi leher 7. Pemeriksaan Dada a). Paru-paru • Inspeksi : Simetris ki/ka, retraksi (-), ketinggalan gerakan (-) • Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama • Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru • Aauskultasi : Suara dasar Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronki minimalis (+/-) • Rontgen : bronkhitis kronis. b). Jantung • Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak • Palpasi : Iktus cordis teraba di SIC V Linea Mid Klavikularis, kuat angkat (+), tidak melebar • Perkusi :  Batas Jantung Kanan Atas : SIC II parasternalis dextra  Batas Jantung Kanan Bwh: SIC IV, ± 2 cm parasternalis dextra  Batas Jantung Kiri Atas : SIC II Mid Klavikula sinistra • Auskultasi : S1 dan S2 normal, irama regular, bising (-) 8. Pemeriksaan Abdomen a) Inspeksi : dinding abdomen sejajar dada b) Palpasi : nyeri tekan (-) c) Perkusi : timpani d) Auskultasi : peristaltik usus ( 7 x/mnt) 9. Pemeriksaaan Vertebrae Scoliosis ( - ), lordosis ( - ), tidak ada kelainan bentuk tulang belakang, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada tanda-tanda infeksi disekitar vertebrae servikal sampai vertebrae koksigis. 10. Pemeriksaan Ekstremitas a) Superior : Deformitas (-), jari tabuh (-), ikterik (-) b) Inferior : Deformitas (-), sianosis (-), ikterik (-) 11. Muskuloskletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-) E. Pemeriksaan Penunjang A. Laboratorium : Hb : 12,3 g/dl Gol. Darah : (A) Leukosit : 7,67 Gula darah sewaktu : 101 mgr% Ureum : 17 Creatinin : 0.83 SGOT : 16 U/I SGPT : 16 U/I N : 136.400 K : 4.32 HbsAg : ( - ) Radiologi & EKG: foto paru (Bronkhitis kronis), jantung dalam batas normal, tidak ada pembesaran jantung, gambaran EKG dalam batas normal. II Persiapan operasi 1. Pasien puasa direncanakan 8 jam sebelum operasi dibangsal anggrek. 2. Mencocokkan identitas pasien (nama, nomor medical record ). 3. Hasil pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi. 4. Pastikan informed consent dengan baik, persetujuan operasi dan persetujuan anestesi lengkap. 5. Pasien dimasukan diruang terima dan dilakukan serah terima pasien antara perawat .UGD dengan Perawat Perawatan Bedah II 6. Memeriksa dan menyatakan kembali apakah pasien masih memakai gigi palsu. 7. Diruang terima baju pasien diganti dan memakai topi khusus. 8. Dari bangsal perawatan bedah II pasien sudah dipasang infus RL ditangan sebelah kiri, jarum No.20 G. 9. Loading cairan RL 500 cc. M : 2 ml/kg BB (120 ml) PP : jumlah jam puasa x M (9 x 120) = 1080 ml. SO : Sedang = 6 x 60 = 360 jam 1 = (½ x PP) + M + SO = 540 + 120 + 360 = 1020 ml/jam. jam 2 = 270 + 120 + 360 = 750 ml/jam. jam 3 = 135 + 120 + 360 = 615 ml/jam. 10. Pasien dimasukan keruangan operasi dan dipindakan dari brankard kemeja operasi. 11. Diagnosa Medis :Hemorroid. Tindakan bedah Hemorroidectomi 12. Jenis anestesi : Regional anestesi. Tehnik anestesi : SAB II.1 PRE ANESTESI  Informed Consent/persetujuan tindakan anestesi dan operasi, memberi tahu pasien tentang prosedur yang akan dilakukan dan kemungkinan resiko yang akan terjadi.  Dilakukan visite preop dan dilakukan pemeriksaan vital sign : TD 150/80 mmHg, Nadi 80x/menit, Respirasi 20x/menit, suhu 36.6 c.  Dilakukan pemeriksaan fisik dan status mental pasien untuk menentukan ASA dan rencana obat-obatan dan teknik anestesi yang akan dilakukan, pada pasien ini di rencanakan Regional anestesi dengan tehnik SAB.  Pasien diberitahu untuk puasa (makan dan minum) selama 8 jam pada malam sebelum pelaksanaan operasi, mulai puasa jam 03 .00 wib.
 Dilakukan pemasangan infus RL 20 tpm
 Melengkapi pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, EKG dll).
 Mempersiapkan persediaan darah gol. O.
Analisa data Pre Anestesi Data Masalah Etiologi
DS : Pasien mengatakan takut karena akan di lakukan pembiusan dan operasi.
DO : - Terlihat gelisah - TD 150/80. - Nadi 80 x/mt, resp 20x/mt
Cemas Kurang pengetahuan masalah pembiusan dan operasi Rumusan Diagnosa Keperawatan Pre Anestesi 1. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan masalah pembiusan dan operasi.
Perencanaan Pre Anestesi No 1 Cemas b/d kurang pengetahuan masalah pembiusan dan operasi ditandai dengan : DS : Pasien mengatakan takut karena akan di lakukan pembiusan dan operasi. DO : - Terlihat gelisah - TD 150/80. - Nadi 80x/mt - Resp 20 x/mt Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15 menit cemas berkurang/hilang dengan kriteria : - Pasien menyatakan tahu tentang proses kerja obat anestesi. - Pasien menyatakan siap dilakukan pembiusan . - Pasien mengkomunikasikan perasaan negatif sec.tepat. - Pasien tampak tenang dan koopertif. - Tanda-tanda vital normal. 1. Kaji tingkat kecemasan 2. Orientasi dengan tim anestesi/kamar operasi. 3. Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan 4. Beri dorongan pasien untuk menggungkapkan perasaan 5. Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas 6. Ajarkan teknik relaksasi 7. Kolaborasi untuk pemberian obat penenang.

Pelaksanaan dan Evaluasi Pre Anestesi Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi 13 Nov 2010 11.00 WIB. 1. mengkaji tingkat kecemasan 2. mengorientasikan dengan tim anestesi/kamar operasi. 3. menjelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan 4. memberi dorongan pasien untuk menggungkapkan perasaan 5. mendampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas 6. mengajarkan teknik relaksasi 7. mengkolaborasi untuk pemberian obat penenang. S : - pasien mengatakan sudah tidak cemas/takut. - Pasien mengatakan sudah tahu ttg prosedur pembiusan dan operasi O : - Wajah terlihat tenang - TD 130/80, Nadi 78 x/mt, resp 20 x/mt A :Masalah sudah teratasi P :Hentikan intervensi. II.

2 INTRA ANESTESI Data Fokus intra anestesi Operasi dilakukan pada tanggal 13 november 2010, Pasien masuk ke ruang operasi jam 11.00 WIB. Tensi 130/80 mmHg, nadi 78 x permenit, Respirasi 20 x per menit,suhu 36,6 derajat celcius. Setelah dilakukan loading kristaloid RL 1000 cc, pemberian premedikasi Ondensetron 4 mg, dan dipastikan bahwa infuse lancar dengan IV line no 18, maka pasien diposisikan duduk untuk persiapan SAB. 1. Persiapan alat : Jarum spinal No.25 1 buah Sarung tangan steril no 7,5 1 pasang Spuit 3 cc 2 buah Spuit 5 cc 2 buah Spuit 10 cc 1 buah Kom betadin 1 buah Kain kasa lipat steril 5 buah Intubasi set 1 set Selang oksigen nasal 1 buah Monitor pasien 1 set Mesin anestesi 1 unit Sumber gas lengkap. Obat : Obat spinal anestesi ( decain 20 % ) 1 ampul Obat Vasopressure ( ephedrine ) 1 ampul Aqua for injection 2 fls Cairan infus kiristaloid ( RL ) 3 fls Cairan infus koloid (haemacel) 1 fls Obat Anti muntah (ondensetron 4 mg) 1 ampul Analgetik non narkotik (trolax 30 mg) 1 ampul Obat emergensi Obat anti kolinergik - SA Obat induksi - Propofol - ketamin Obat anti depresan - midazolam - diazepam Gas anestesi / agent inhalasi - sevoflurane - halotane 2. Persiapan Pasien Pasien ditidurkan dalam posisi supinasi dan selanjutnya dilakukan pemasangan monitor untuk dilakukan pemeriksaan hemodinamik. Posisi dirubah dari supinasi ke posisi duduk. Pasien diposisikan duduk kemudian dengan posisi badan tegak dengan kepala agak menunduk, tangan memeluk bantal, posisi kaki sejajar dan pasien dianjurkan untuk rileks. 3. Pelaksanaan
1. Atur posisi pasien dari supinasi keposisi duduk dengan tegak lurus kepala ditekuk dagu seolah – olah menyentuh dada.
2. Identifikasi landmad SIAS kemudian tarik garis imajiner space antara L 3 dan L 4, kemudian diberi tanda dengan menggunakan ujung kuku ibu jari.
3. Memakai sarung tangan yang steril.
4. Disinfeksi wilayah yang akan dilakukan penusukan jarum spinal dengan betadine kemudian di keringkan dengan kassa steril.
5. Asisten memberi spuit 5 cc dan jarum spinal yang seteril.
6. Ambil obat spinal anestesi dengan spuit 5 cc yang steril tadi.
7. Tusukan jarum spinal antara space antara L –3 dan L – 4 sampai masuk keruang subarakhnoid.setelah melewati ruang (kutis, supraspinosom, interspinosum, flavum,epidural dan ruang arachnoid)
8. Setelah yakin masuk dengan tanda tekanan positif yaitu dengan keluarnya cairan lumbal tarik mandrine.
9. Masukan obat spinal dengan spuit 5 cc yang berisi obat spinal (bukain 20 %) secara berlahan-lahan sambil diaspirasi kemudian masukan lagi obat spinal sampai dosis yang ditentukan. Kecepatan penyuntikan obat 1 ml / 3 - 5 detik..
10. Deep bekas penusukan dengan kain kasa yang steril pasang plester, kemudian pasien diposisikan seperti semula ( supinasi ).
11. Setelah selesai penyuntikan penderita segera dibaringkan dengan posisi terlentang dengan posisi kepala lebih rendah.
12. horisontal, kepala dialasi bantal dan selama blok subarakhnoid penderita diberi oksigen.
13. Bila terjadi penurunan tekanan darah sistolik > 30% dari tekanan sistolik pre anestesi diberikan infus cepat larutan koloid / kristaliod, bila tidak menolong diberikan efedrin 10 mg intravena secara intermiten.
14. Bila terjadi bradikardi dimana laju jantung < 60 x / menit diterapi dengan sulfas atropin 0,5 mg intravena. Semua efek samping yang timbul selama pembedahan dan pasca pembedahan seperti mual, muntah, pusing, mengantuk, mulut kering menggigil, pruritus, sesak nafas dan retensio urine dicatat.
15. Tentukan tinggi blok dengan cara tes nyeri
16. Monitor tanda vital
17. Setelah dilakukan blok anestesi pasien diposisikan dgn posisi lythotomy

Evaluasi
1. Anestesi dimulai pukul 11.00 WIB, operasi mulai pukul 11.15 WIB sampai dengan pukul 12.15 WIB.
2. Operasi berjalan lancar
3. Tim operasi tetap menjaga kesterilan dan keamanan pasien
4. Selama operasi pasien tampak tenang
5. Selama operasi :
a. Pemberian O2 kanule 2 l/mt.
b. Tekanan darah dan nadi dimonitor tiap lima menit sekali :
    - Lima menit I : 120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit SpO2 99%
    - Lima menit II : 111/76 mmHg, Nadi 89 x/menit SpO2 98%
    - Lima menit III : 100/70 mmHg, Nadi 74 x/menit SpO2 99%
    - Lima menit IV : 128/80 mmHg, Nadi 78 x/menit, SpO2 99%
    - Lima menit V : 120/82 mmHg, Nadi 79 x/menit SpO2 99%
    - Lima menit VI : 119/80 mmHg, Nadi 76 x/menit SpO2 99%
    - Lima menit VII : 125/78 mmHg, Nadi 80 x/menit SpO2 99%
    - Lima menit VIII : 124/72 mmHg, Nadi 76 x/menit, SpO2 99%
     - Lima menit IX : 128/75 mmHg, Nadi 78 x/menit SpO2 99 %
     - Lima menit X : 118/73 mmHg, Nadi 79 x/menit SpO2 99%
c. Respirasi Rate 20 x / menit, terpasang oksigen nasal 2 lpm
d. Perdarahan selama operasi ± 50 cc
e. Pasien tidak tampak hipoksia
f. Pembedahan dilakukan selama 60 menit
g. Perfusi jaringan baik, tidak tampak sesak
h. Tidak tampak tanda – tanda hipovolemia
i. Terpasang IVFD, RL 1000 ml
j. Injeksi ondensetron 4 mg intravena
k. Injeksi trolac 30 mg intravena
Analisa Data Intra Anestesi
1 DS :
- Pasien menyatakan puasa sejak 10 jam yang lalu, pasien menyatakan haus.
DO :
- tensi rendah (100/70), nadi cepat dan kecil (74), akral dingin, bibir tampak kering. Vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi spinal Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Rumusan Diagnosa Keperawatan Intra Anestesi
1. Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi spinal.
Perencanaan Intra Anestesi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi spinal ditandai dengan :
DS :
- Pasien menyatakan puasa sejak 10 jam yang lalu, pasien menyatakan haus.
DO :
- tensi rendah (100/70), nadi cepat dan kecil (74 x/mt), akral dingin, bibir tampak kering.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit keseimbangan cairan dan elektrolit tercukupi dengan kriteria :
- Akral hangat
- Hemodinamik normal
- Masukan cairan dan keluaran seimbang
- Urine autput 1 – 2 cc/kgbb/jam
- Hasil lab elektrolit darah normal 1. Kaji tingkat kekurangan volume cairan
2. Kolaborasi untuk pemberian cairan dan elektrolit
3. Monitor masukan dan keluaran cairan dan elektrolit
4. Monitor hemodinamik
5. Monitor perdarahan


Pelaksanaan dan Evaluasi Intra Anestesi

Tanggal / Jam Implementasi Evaluasi
13 Nov 2010
11.15 WIB
1. mengaji tingkat kekurangan volume cairan
2. mengkolaborasi untuk pemberian cairan dan elektrolit
3. Memonitor masukan dan keluaran cairan
4. Memonitor hemodinamik dbn
5. Memonitor perdarahan (50 cc) S : -
O :
- Kebutuhan volume cairan seimbang
- Lokasi tusukan infus tidak bengkak dan infus lancar
- Cairan masuk kristaloid 1000 ml dan koloid 500 ml
- Hemodinamik TD : 120/82, nadi 79 x/mt, resp 20 x /mt
A :Masalah teratasi
P :pertahankan intervensi.

II.3 PASCA ANESTESI
Data fokus Pasca Anestesi
a. Pengkajian keperawatan pada jam 12.30 WIB
1) Status Sirkulasi
TD : 118/73 mmHg
Nadi : 79 x /menit
Respirasi : 20 /menit
Tidak tampak adanya sianosis, turgor baik, akral terasa hangat.
2) Status Respirasi
RR 20 x/menit teratur tidak ada sesak, perjalanan pasien sejak dari kamar operasi ke ruang RR tidak menggunakan oksigen, kepala pasien hanya diberi bantal dan pasien mengatakan tidak sesak.
3) Status neurologis
Pasien masih belum bisa menggerakan ektrimitas bawah, dan pasien mengatakan kedua kakinya masih terasa berat.
4) Instruksi Pasca Operasi
- Bedrest total 24 jam, tidur pakai bantal.
- Infus sesuai kebutuhan cairan, berikan Oksigen 2 lpm
- Observasi tanda vital tiap 5 menit pada 15 menit pertama post operasi, selanjutnya tiap 15 menit., emergency lapor dokter anestesi.
- Bila TD Sistol < 100 mmHg, berikan vasopressor (ephedrin) 10 mg IV.
- Miringkan kepala bila muntah dan suction.
- Boleh makan minum secara bertahap, lain-lain sesuai therapie bedah
5) Bromage Score
0 : seluruh tungkai kaki dapat digerakan
1 : tidak mampu mengekstensi tungkai
2 : tidak mampu memfleksi lutut
3 : tidak mampu memfleksi pergelangan kaki



Analisa Data Pasca Anestesi
No Data Etiologi Masalah
1 DS :
- Pasien mengatakan kaki kesemutan
- Pasien menyatakan kaki terasa hilang
- kedua tungkai tidak bisa digerakan dan terasa berat.
DO :
- neuropati ekstrimitas bawah
- Bromage skor 3
- Tungkai tidak bisa digerakan Pengaruh sekunder obat anestesi (RA) Hambatan mobilitas ekstimitas bawah
Rumusan Diagnosa Keperawatan Pasca Anestesi
Hambatan mobilitas ekstrimitas bawah berhubungan dengan pengaruh sekunder obat anestesi (RA)
Perencanaan Pasca Anestesi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Hambatan mobilitas ekstrimitas bawah berhubungan dengan pengaruh sekunder obat anestesi (RA) ditandai dengan :
DS :
- Pasien mengatakan kaki kesemutan
- Pasien menyatakan kaki terasa hilang
- kedua tungkai tidak bisa digerakan dan terasa berat.
DO :
- neuropati ekstrimitas bawah
- Bromage skor 3
- Tungkai tidak bisa digerakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 pasien mampu menggerakkan ekstrimitas bawah denga kriteria :
- tidak ada neuropati
- mampu menggerakkan eks rimitas bawah (BS : 0). - Atur posisi pasien
- Bantu pergerakan ekstrimitas bawah
- Ajarkan proses pergerakan
- Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan pergerakan
- Ajarkan teknik pergerakan yang aman
- Latihan angkat atau gerakkan ekstrimitas bawah
- Lakukan penilaian Bromage scala.
Pelaksanaan dan Evaluasi Pasca Anestesi
Tanggal/jam Implementasi Evaluasi
13Nov 2010
12.30 WIB - mengaturtur posisi pasien supine
- membantu pergerakan ekstrimitas bawah
- mengjarkan proses pergerakan
- mengjarkan dan dukung pasien dalam latihan pergerakan
- mengjarkan teknik pergerakan yang aman
- melakukan latihan angkat atau gerakkan ekstrimitas bawah
- melakukan penilaian Bromage scala. S : -
O:
 hambatan ekstrimitas bawah normal
 mempu menggerakkan kedua ekstrimitas bawah (kaki)
 mempu mengangkat kedua ekstrimitas bawah
 neuropati hilang skala bromage : 2
A: Masalah belum teratasi
P: Teruskan intervensi

















15 Desember 2010

APENDICITIS


A. Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm 94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
Appendikitis merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing). Kira-kira 7% populasi akan mengalami appendikitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka. Pria lebih cenderung terkena appendiksitis dibanding wanita. Appendiksitis lebih sering menyerang pada usia 10 sampai 30 tahun.
Appendiksitis perforasi adalah merupakan komplikasi utama dari appendiks, dimana appendiks telah pecah sehingga isis appendiks keluar menuju rongga peinium yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses.
Appendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan prosedur atau pendekatan endoskopi.

B. Etiologi
- Penyebab belum pasti
- Faktor yang berpengaruh:
• Obstruksi: hiperplasi kelenjar getah bening (60%), fecalit (massa keras dari feses) 35%, corpus alienum (4%), striktur lumen (1%).
• Infeksi: E. Coli dan steptococcus.
• Tumor

C. Patognesis
Apa 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya appendiks:
1. Adanya isis lumen
2. Derajat sumbatan yang terus menerus
3. Sekresi mukus yang terus menerus
4. Sifat inelastis/tak lentur dari mukosa appendiks
Produksi mucin 1-2 ml/hari. Kapasitas appendiks 3-5 cc/hari. Jadi nyeri McBurney akan muncul setelah terjadi sumbatan ± 2 hari.

D. Patofisiologi
E.


Appendiks akut fokal:
Nyeri viseral ulu hati karena regangan mukosa


Appendiks supuratif:
Nyeri pada titik McBurney peritonitis lokal


Appendiks gangrenosa

Peritonitis

Peritonitis umum

Apendiks terimplamasi dan mengalami edema sebagai akibat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses implamasi meningkatkan tekanan intraluminal menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progesif dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang terimplamasi berisi pus.
Appendiksitis akut setelah 24 jam dapat menjadi:
1. Sembuh
2. Kronik
3. Perforasi
4. Infiltrat → abses

F. Manifestasi Klinik
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disrtai dengan demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada tititk McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai
4. Terdapat konstipasi atau diare
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar dibelakang sekum
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

G. Pemeriksaan Diagnosis
1. Anamnesa
a. Nyeri (mula-mula di daerah epigastrum, kemudian menjalar ke titik McBurney).
b. Muntah (rangsang visceral)
c. Panas (infeksi akut)
2. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis
- Tampak kesakitan
- Demam (≥37,7 oC)
- Perbedaan suhu rektal > ½ oC
- Fleksi ringan art coxae dextra
b. Status lokalis
c. Defenmuskuler (+) → m. Rectus abdominis
d. Rovsing sign (+) → pada penekanan perut bagian kontra McBurney (kiri) terasa nyeri di McBurney karena tekanan tersebut merangsang peristaltic usus dan juga udara dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakkan peritonium sekitar apendiks yang sedang meradang sehingga terasa nyeri.
e. Psoas sign (+) → m. Psoas ditekan maka akan terasa sakit di titik McBurney (pada appendiks retrocaecal) karena merangsang peritonium sekitar app yang juga meradang.
f. Obturator sign (+) → fleksi dan endorotasi articulatio costa pada posisi supine, bila nyeri berarti kontak dengan m. obturator internus, artinya appendiks di pelvis.
g. Peritonitis umum (perforasi)
 Nyeri diseluruh abdomen
 Pekak hati hilang
 Bising usus hilang.
h. Rectal touché: nyeri tekan pada jam 9-12
Alvarado score:
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendiksitis akut atau bukan, meliputi 3 simtom, 3 sign dan 2 laboratorium:
a. Appendiksitis pain 2 point
b. Lekositosis (>10 ribu) 2 point
c. Vomitus 1 point
d. Anoreksia 1 point
e. Erbound Tendenees Fenomen 1 point
f. Degre of celsius (>37OC) 1 point
g. Observation of hemogram (segmen> 72%) 1 point
h. Abdominal migrate pain 1 point
Total point 10

3. pemeriksaan penunjang
a. laboratorium
o Hb normal
o Leukosit normal atau meningkat (bila lanjut umumnya leukositosis, >10,000/mm3)
o Hitung jenis: segmen lebih banyak
o LED meningkat (pada appendicitis infiltrate)
b. Rongent: appendicogram
Hasil positif berupa:
o Non-filling
o Partial filling
o Mouse tail
o Cut off
Rongent abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi peritonitis.

H. Diagnosa Banding
1. Kehamilan ektopik terganggu
2. Salphingitis akut (adneksitis)
3. Divertikel Mackeli
4. Batu ureter
5. Enteritis regional, gastroenteritis
6. Batu empedu 7. Pankreatitis
8. Cystitis
9. infeksi panggul
10. Torsi kista ovari
11. Endometriosis

I. Penatalaksanaan
1. Appendiktomi cito (app akut, abses dan perforasi)
2. Appendiktomi elektif (app kronik)
3. Konservatif kemudian operasi elektif (app infiltrate)
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa appendiksitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Appendiktomi dilakukan segera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Appendiktomi dapat dilakukan dengan spinal anastesi atau anestesi umum dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi.

J. Kompilkasi
Komplikasi utama appendiksitis adalah perforasi appendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidensi perforasi 10-32%. Perforasi terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7OC atau lebih tinggi, penampilan toksik dan nyeri abdomen atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu.

K. Persiapan preoperative
Infuse intravena digunakan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan menggantikan cairan yang hilang. Aspirin diberikan untuk mengurangi peningkatan suhu. Terapi antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi. Bila ada kemungkinan atau terbukti ileus paralitik, selang nasogastrik dapat dipasang. Enema tidak diberikan karena dapat menimbulkan perforasi.

L. Penanganan post operatif
Tempatkan pasien pada posisi semifowler karena dapat mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen yang membantu mengurangi nyeri. Analgetik diberikan untuk mengurangi nyeri. Cairan per-oral dapat diberikan bila dapat mentoleransi. Pasien yang mengalami dehidrasi sebelum pembedahan diberikan cairan secara intravena. Instruksi untuk menemui ahli bedah untuk mengangkat jahitan pada hari ke 5-7. aktifitas normal dapat dilakukan dalam 2-4 minggu.





M. Diagnosa keperawatan utama mencakup antara lain:
Preoperatif:
 Kurang pengetahuan tentang apendicitis dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi
 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (proses penyakit)

Pasca operatif:
 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (insisi pembedahan pada apendiktomi)
 Kurang perawatan diri berhubungan dengan nyeri
 Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, insisi post pembedahan
 Pk: perdarahan

DAFTAR PUSTAKA

Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
Kuliah ilmu penyakit dalam PSIK – UGM, 2004, Tim spesialis dr. penyakit dalam RSUP dr.Sardjito, yogyakarta.
McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA
Maurytania, A.R, 2003, Buku Saku Ilmu Bedah, Widya Medika, Yogyakarta.



ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF Nn. A DENGAN REGIONAL ANESTESI PADA PASIEN APENDICITIS AKUT DI RUANG OK RS PELABUHAN BOOM BARU PALEMBANG

I. PENGKAJIAN
HARI : Selasa
TANGGAL : 12 Oktober 2010
TEMPAT : Kamar Operasi
METODE : Auto dan Allo anamnesa, Pemeriksaan fisik
SUMBER : Pasien, Keluarga
OLEH : Yanuar siswanto

A. Identitas
Nama : Nn. A
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Diagnosa : Apendicitis
Alamat : Jl. Glatik Pena Pusri Borang Sako Palembang.
Tanggal masuk : 11 Oktober 2010
No Register : 067601


B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama
Pasien datang ke UGD dengan keluhan nyeri perut kanan bawah selama 2 hari.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD pada tanggal 11 Oktober 2010 dengan keluhan nyeri perut kanan bawah selama 3 hari, demam ringan sejak tanggal 9 Oktober 2010.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
- Riwayat penyakit Diabetes : disangkal
- Riwayat penyakit asma : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
- Riwayat penyakit Diabetes : disangkal
- Riwayat penyakit asma : disangkal
- Riwayat alergi obat : disangkal.

C. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1. Sirkulasi
Pada tanggal 11 Oktober 2010
- TD = 110/ 60 mmHg
- MAP = (1xS)+(2xD)/3 = (130+160)/3 = 97 mmHg
- Nadi = 88 x/mnt, regular, isi dan tegangan cukup
- Konjungtiva = tidak anemis
- CRT < 2 detik - Sianosis ( - ) 2. Eliminasi Sebelum sakit pasien BAK 7 – 8 x/ hari, BAB 1 x/ hari, tidak ada keluhan nyeri dan gangguan eliminasi lainnya. Sejak sakit pasien mengeluh sulit BAB karena nyeri. 3. Makanan / cairan ( status nutrisi ) Pasien mengeluh mual, muntah ( - ), BB saat ini 44 kg, status nutrisi baik, tidak ada penurunan berat badan yang signifikan. 4. Nyeri / nyaman : Klien mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak tanggal 11 Oktober 2010, nyeri tekan abdomen dan nyeri semakin meningkat bila beraktivitas. 5. Seksualitas : Pasien berjenis kelamin perempuan, berusia 19 tahun. 6. Pengetahuan / pendidikan : Pasien saat ini sedang kuliah di satu Stikes di Palembang. D. Pemeriksaan Fisik 1. Brain : - Kesadaran : CM - Tak ada gangguan persepsi - Pasien mengatakan takut operasi. 2. Breathing : - Jalan nafas bersih tidak ada sumbatan - Bentuk dada normal,terlihat space intercostae,Respirasi 18x/mnt - Tak ada pernafasan cuping hidung - Whizing (-) Snoring(-) Gurgling(-), pasien tidak sedang batuk / pilek 3. Blood : - T/D : 130 / 80 mmhg - N : 90 x/mnt - Konjungtiva : Tidak Anemis ( normal ) - Kapiler refill : < 2 detik - Puasa : 8 jam 4. Blader : - Tidak terdapat distensi kandung kemih - Terpasang kateter, dengan produksi urine 420 cc ( sebelum operasi Jam 22 – jam 09.30 WIB) 5. Bowel : BAB : Tidak rutin, konstipasi 6. Bone Tidak terdapat kelainan pada tulang belakang 7. Sistem sistem lain : - Gigi : Palsu (-) goyah (-) menonjol (-) - Mandibula : Fractur/ Trismus (-) - Leher : Panjang normal (Sternomental > 12,5cm
struma (-) Kekakuan Cervical (- )
- Hidung : Obtruksi (-)
8. Status Lokalis
- Regio : Abdomen
- Inspeksi : Cembung
- Palpasi : Nyeri tekan abdomen, Mc Burney (+), otot abdomen tegang
- Auskultasi : Bising usus (+)
E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium ( 11 April 2010)
Darah Lengkap
Hb : 11, 9 g/dl (12-16 g/dL)
Ht : 38, 7 % (W 37-43%)
Leukosit : 8.700/µl (5.000-10.000 uL)
Eritrosit : 4,48/µl (W 4-5 jt/uL)
Trombosit : 470.000/µl (150.000-400.000/uL)
MCV : 74,3 fl (80-97 fl)
MCH : 24,9 pgr (26-32 pgr)
MCHC : 33,5 % (31-36%)
CT : 8’
BT : 6’
Gol. Darah / Rh : O ( - )

Hitung Jenis
Eosinofil : 0 % (0-1%)
Basofil : 1 % (1-4%)
Batang : 0 % (2-5%)
Segmen : 72,2 % (40-70%)
Limfosit : 16,3 % (19-48%)
Monosit : 11,5 % (3-9%)

Kimia Klinik
GDS : 102 mg/dL ( < 110mg% ) SGOT : 25 µl ( 15-37 UL ) SGPT : 14,1 µl ( 5-40 UL ) Ureum : 35,4 mg% ( 15-39 mg% ) Creatinin : 0,67 mg% ( 0,5-1 mg% ) HbsAg : ( - ) 2. Pemeriksaan EKG - Irama Sinus rhytem - Frekuensi = Jarak R – R = 300: 4 = 75 x permenit - Kompleks QRS = 0,08 detik - Interval P – R = 0,12 detik - Transisi zone = V2 ke V3 KESIMPULAN ANESTESI - Status fisik ASA I - Acc Operasi Persiapan Operasi Pasien dan keluarga telah setuju dilakukan tindakan operasi Appendiktomi. Pasien beragama islam, walaupun takut untuk dilakukan tindakan operasi tetapi pasien yakin bahwa operasi adalah jalan terbaik untuk kesehatan. Persiapan operasi yang dilakukan adalah pasien dipuasakan mulai jam 24.00, dan dianjurkan untuk istirahat cukup, dengan terpasang infus RL 20 tetes permenit, jadi jumlah cairan yang masuk sebelum operasi : Jumlah cairan yang masuk = Jumlah Tetesan x Waktu dalam Menit Faktor Tetesan = 20 x ( 8 jam x 60 ) 15 = 9600 15 = 640 mL Estimasi kebutuhan cairan pre operasi Pasien sudah tidak makan dan minum ± 8 jam, maka kebutuhan cairan pada pasien ini : BB : 44 kg Maintenance : 2cc/kgBB/jam 2 x 44 = 88 cc/jam Pengganti puasa 8 jam : Puasa x maintenance 8 x 88 = 704 cc/jam Stress Operasi : 6cc/kgBB/jam ( operasi sedang ) 6 cc x 44 kg = 264 cc/jam EBV : 70 x kgBB : 70 x 44 = 3080 cc ABL : 20% x EBV 20% x 3080 cc = 616 cc Jadwal pemberian cairan ( lama operasi 45 menit ) Jam I : ½ PP + M + SO ½ x 704 + 88 + 264 = 704 cc II. PRE ANESTESI A. Analisa Data Pre Operasi NO DATA MASALAH ETIOLOGI 1 2 DS : - Pasien mengatakan belum pernah menjalani operasi sebelumnya. - Pasien mengatakan takut dioperasi - Pasien menyatakan belum diberi penjelasan tentang prosedur pembedahan dan pembiusan DO : - TD = 130/ 80 - Nadi = 90 x/menit - Pasien mau menjalani operasi DS : - Pasien menyatakan nyeri perut sebelah kanan bawah - Nyeri perut meningkat saat beraktivitas DO: - TD = 130/ 80 - Skala nyeri 6-7 - Pasien tampak menyeringai kesakitan setiap bergerak dan mengubah posisi - Nyeri tekan abdomen kwadaran kanan bawah - Mc Burney ( + ) - Otot perut tegang Cemas Nyeri Kurang pengetahuan tentang prosedur pembiusan dan pembedahan Distensi jaringan usus oleh proses inflamasi B. Rumusan Diagnosa Perawatan 1. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh proses inflamasi ditandai dengan : DS : - Pasien menyatakan nyeri perut sebelah kanan bawah - Nyeri perut meningkat saat beraktivitas DO: - TD = 130/ 80 - Skala nyeri 6-7 - Pasien tampak menyeringai kesakitan setiap bergerak dan mengubah posisi - Nyeri tekan abdomen kwadaran kanan bawah - Mc Burney ( + ) - Otot perut tegang 2. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur pembiusan dan pembedahan, ditandai dengan: DS : - Pasien mengatakan belum pernah menjalani operasi sebelumnya. - Pasien mengatakan takut dioperasi - Pasien menyatakan belum diberi penjelasan tentang prosedur pembedahan dan pembiusan DO : - TD = 130/ 80 - Nadi = 90 x/menit - Pasien mau menjalani operasi II.2 INTRA ANESTESI Data Fokus intra anestesi Operasi dilakukan pada tanggal 11 oktober 2010, Pasien masuk ke ruang operasi jam 11.00 WIB. Tensi 130/80 mmHg, nadi 90 x permenit, Respirasi 20 x per menit,suhu 36,6 derajat celcius. Setelah dilakukan loading kristaloid RL 1000 cc, pemberian premedikasi Ondensetron 4 mg, dan dipastikan bahwa infuse lancar dengan IV line no 18, maka pasien diposisikan duduk untuk persiapan SAB. 1. Persiapan alat : Jarum spinal No.25 1 buah Sarung tangan steril no 7,5 1 pasang Spuit 3 cc 2 buah Spuit 5 cc 2 buah Spuit 10 cc 1 buah Kom betadin 1 buah Kain kasa lipat steril 5 buah Intubasi set 1 set Selang oksigen nasal 1 buah Monitor pasien 1 set Mesin anestesi 1 unit Sumber gas lengkap. Obat : Obat spinal anestesi ( decain 20 % ) 1 ampul Obat Vasopressure ( ephedrine ) 1 ampul Aqua for injection 2 fls Cairan infus kiristaloid ( RL ) 3 fls Cairan infus koloid (haemacel) 1 fls Obat Anti muntah (ondensetron 4 mg) 1 ampul Analgetik non narkotik (trolax 30 mg) 1 ampul Obat emergensi Obat anti kolinergik - SA Obat induksi - Propofol - ketamin Obat anti depresan - midazolam - diazepam Gas anestesi / agent inhalasi - sevoflurane - halotane 2. Persiapan Pasien Pasien ditidurkan dalam posisi supinasi dan selanjutnya dilakukan pemasangan monitor untuk dilakukan pemeriksaan hemodinamik. Posisi dirubah dari supinasi ke posisi duduk. Pasien diposisikan duduk kemudian dengan posisi badan tegak dengan kepala agak menunduk, tangan memeluk bantal, posisi kaki sejajar dan pasien dianjurkan untuk rileks. 3. Pelaksanaan 1. Atur posisi pasien dari supinasi keposisi duduk dengan tegak lurus kepala ditekuk dagu seolah – olah menyentuh dada. 2. Identifikasi landmad SIAS kemudian tarik garis imajiner space antara L 3 dan L 4, kemudian diberi tanda dengan menggunakan ujung kuku ibu jari. 3. Memakai sarung tangan yang steril. 4. Disinfeksi wilayah yang akan dilakukan penusukan jarum spinal dengan betadine kemudian di keringkan dengan kassa steril. 5. Asisten memberi spuit 5 cc dan jarum spinal yang seteril. 6. Ambil obat spinal anestesi dengan spuit 5 cc yang steril tadi. 7. Tusukan jarum spinal antara space antara L –3 dan L – 4 sampai masuk keruang subarakhnoid.setelah melewati ruang (kutis, supraspinosom, interspinosum, flavum,epidural dan ruang arachnoid) 8. Setelah yakin masuk dengan tanda tekanan positif yaitu dengan keluarnya cairan lumbal tarik mandrine. 9. Masukan obat spinal dengan spuit 5 cc yang berisi obat spinal (bukain 20 %) secara berlahan-lahan sambil diaspirasi kemudian masukan lagi obat spinal sampai dosis yang ditentukan. Kecepatan penyuntikan obat 1 ml / 3 - 5 detik.. 10. Deep bekas penusukan dengan kain kasa yang steril pasang plester, kemudian pasien diposisikan seperti semula ( supinasi ). 11. Setelah selesai penyuntikan penderita segera dibaringkan dengan posisi terlentang dengan posisi kepala lebih rendah. 12. horisontal, kepala dialasi bantal dan selama blok subarakhnoid penderita diberi oksigen. 13. Bila terjadi penurunan tekanan darah sistolik > 30% dari tekanan sistolik pre anestesi diberikan infus cepat larutan koloid / kristaliod, bila tidak menolong diberikan efedrin 10 mg intravena secara intermiten.
14. Bila terjadi bradikardi dimana laju jantung < 60 x / menit diterapi dengan sulfas atropin 0,5 mg intravena. Semua efek samping yang timbul selama pembedahan dan pasca pembedahan seperti mual, muntah, pusing, mengantuk, mulut kering menggigil, pruritus, sesak nafas dan retensio urine dicatat.
15. Tentukan tinggi blok dengan cara tes nyeri
16. Monitor tanda vital
17. Setelah dilakukan blok anestesi pasien diposisikan dgn posisi lythotomy

Evaluasi
1. Anestesi dimulai pukul 11.00 WIB, operasi mulai pukul 11.15 WIB sampai dengan pukul 12.15 WIB.
2. Operasi berjalan lancar
3. Tim operasi tetap menjaga kesterilan dan keamanan pasien
4. Selama operasi pasien tampak tenang
5. Selama operasi :
a. Pemberian O2 kanule 2 l/mt.
b. Tekanan darah dan nadi dimonitor tiap lima menit sekali :
- Lima menit I : 130/90 mmHg, Nadi 90 x/menit SpO2 99%
- Lima menit II : 111/76 mmHg, Nadi 89 x/menit SpO2 98%
- Lima menit III : 100/70 mmHg, Nadi 74 x/menit SpO2 99%
- Lima menit IV : 128/80 mmHg, Nadi 78 x/menit, SpO2 99%
- Lima menit V : 120/82 mmHg, Nadi 79 x/menit SpO2 99%
- Lima menit VI : 119/80 mmHg, Nadi 76 x/menit SpO2 99%
- Lima menit VII : 125/78 mmHg, Nadi 80 x/menit SpO2 99%
- Lima menit VIII : 124/72 mmHg, Nadi 76 x/menit, SpO2 99%
- Lima menit IX : 128/75 mmHg, Nadi 78 x/menit SpO2 99 %
- Lima menit X : 118/73 mmHg, Nadi 79 x/menit SpO2 99%
c. Respirasi Rate 20 x / menit, terpasang oksigen nasal 2 lpm
d. Perdarahan selama operasi ± 50 cc
e. Pasien tidak tampak hipoksia
f. Pembedahan dilakukan selama 60 menit
g. Perfusi jaringan baik, tidak tampak sesak
h. Tidak tampak tanda – tanda hipovolemia
i. Terpasang IVFD, RL 1000 ml
j. Injeksi ondensetron 4 mg intravena
k. Injeksi trolac 30 mg intravena
Analisa Data Intra Anestesi
No Data Etiologi Masalah
1 DS :
- Pasien menyatakan puasa sejak 10 jam yang lalu, pasien menyatakan haus.
DO :
- tensi rendah (100/70), nadi cepat dan kecil (74), akral dingin, bibir tampak kering. Vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi spinal Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Rumusan Diagnosa Keperawatan Intra Anestesi
1. Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi spinal.



Perencanaan Intra Anestesi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi spinal ditandai dengan :
DS :
- Pasien menyatakan puasa sejak 10 jam yang lalu, pasien menyatakan haus.
DO :
- tensi rendah (100/70), nadi cepat dan kecil (74 x/mt), akral dingin, bibir tampak kering.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit keseimbangan cairan dan elektrolit tercukupi dengan kriteria :
- Akral hangat
- Hemodinamik normal
- Masukan cairan dan keluaran seimbang
- Urine autput 1 – 2 cc/kgbb/jam
- Hasil lab elektrolit darah normal 1. Kaji tingkat kekurangan volume cairan
2. Kolaborasi untuk pemberian cairan dan elektrolit
3. Monitor masukan dan keluaran cairan dan elektrolit
4. Monitor hemodinamik
5. Monitor perdarahan




















Pelaksanaan dan Evaluasi Intra Anestesi.
Tanggal / Jam Implementasi Evaluasi
11 okt 2010
11.15 WIB




1. mengaji tingkat kekurangan volume cairan
2. mengkolaborasi untuk pemberian cairan dan elektrolit
3. Memonitor masukan dan keluaran cairan
4. Memonitor hemodinamik dbn
5. Memonitor perdarahan (50 cc) S : -
O :
- Kebutuhan volume cairan seimbang
- Lokasi tusukan infus tidak bengkak dan infus lancar
- Cairan masuk kristaloid 1000 ml dan koloid 500 ml
- Hemodinamik TD : 120/82, nadi 79 x/mt, resp 20 x /mt
A :Masalah teratasi
P :pertahankan intervensi.


II.3 PASCA ANESTESI
Data fokus Pasca Anestesi
a. Pengkajian keperawatan pada jam 12.20 WIB
1) Status Sirkulasi
TD : 118/73 mmHg
Nadi : 79 x /menit
Respirasi : 20 /menit
Tidak tampak adanya sianosis, turgor baik, akral terasa hangat.
2) Status Respirasi
RR 20 x/menit teratur tidak ada sesak, perjalanan pasien sejak dari kamar operasi ke ruang RR tidak menggunakan oksigen, kepala pasien hanya diberi bantal dan pasien mengatakan tidak sesak.
3) Status neurologis
Pasien masih belum bisa menggerakan ektrimitas bawah, dan pasien mengatakan kedua kakinya masih terasa berat.
4) Instruksi Pasca Operasi
- Bedrest total 24 jam, tidur pakai bantal.
- Infus sesuai kebutuhan cairan, berikan Oksigen 2 lpm
- Observasi tanda vital tiap 5 menit pada 15 menit pertama post operasi, selanjutnya tiap 15 menit., emergency lapor dokter anestesi.
- Bila TD Sistol < 100 mmHg, berikan vasopressor (ephedrin) 10 mg IV.
- Miringkan kepala bila muntah dan suction.
- Boleh makan minum secara bertahap, lain-lain sesuai therapie bedah
5) Bromage Score
0 : seluruh tungkai kaki dapat digerakan
1 : tidak mampu mengekstensi tungkai
2 : tidak mampu memfleksi lutut
3 : tidak mampu memfleksi pergelangan kaki



Analisa Data Pasca Anestesi
No Data Etiologi Masalah
1 DS :
- Pasien mengatakan kaki kesemutan
- Pasien menyatakan kaki terasa hilang
- kedua tungkai tidak bisa digerakan dan terasa berat.
DO :
- neuropati ekstrimitas bawah
- Bromage skor 3
- Tungkai tidak bisa digerakan Pengaruh sekunder obat anestesi (RA) Hambatan mobilitas ekstimitas bawah

Rumusan Diagnosa Keperawatan Pasca Anestesi
Hambatan mobilitas ekstrimitas bawah berhubungan dengan pengaruh sekunder obat anestesi (RA)

Perencanaan Pasca Anestesi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Hambatan mobilitas ekstrimitas bawah berhubungan dengan pengaruh sekunder obat anestesi (RA) ditandai dengan :
DS :
- Pasien mengatakan kaki kesemutan
- Pasien menyatakan kaki terasa hilang
- kedua tungkai tidak bisa digerakan dan terasa berat.
DO :
- neuropati ekstrimitas bawah
- Bromage skor 3
- Tungkai tidak bisa digerakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 pasien mampu menggerakkan ekstrimitas bawah denga kriteria :
- tidak ada neuropati
- mampu menggerakkan eks rimitas bawah (BS : 0). - Atur posisi pasien
- Bantu pergerakan ekstrimitas bawah
- Ajarkan proses pergerakan
- Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan pergerakan
- Ajarkan teknik pergerakan yang aman
- Latihan angkat atau gerakkan ekstrimitas bawah
- Lakukan penilaian Bromage scala.


Pelaksanaan dan Evaluasi Pasca Anestesi
Tanggal/jam Implementasi Evaluasi
11 okt 2010
12.20 WIB - mengaturtur posisi pasien supine
- membantu pergerakan ekstrimitas bawah
- mengjarkan proses pergerakan
- mengjarkan dan dukung pasien dalam latihan pergerakan
- mengjarkan teknik pergerakan yang aman
- melakukan latihan angkat atau gerakkan ekstrimitas bawah
- melakukan penilaian Bromage scala. S : -
O:
 hambatan ekstrimitas bawah normal
 mempu menggerakkan kedua ekstrimitas bawah (kaki)
 mempu mengangkat kedua ekstrimitas bawah
 neuropati hilang skala bromage : 2
A: Masalah belum teratasi
P: Teruskan intervensi

Apendicitis

APENDICITIS


A.   Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm 94 inci), melekat pada sekum tepat di  bawah katup ileosekal.  Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. 
Appendikitis merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing).  Kira-kira 7% populasi akan mengalami appendikitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka.  Pria lebih cenderung terkena appendiksitis dibanding wanita.  Appendiksitis lebih sering menyerang pada usia 10 sampai 30 tahun.
Appendiksitis perforasi adalah merupakan komplikasi utama dari appendiks, dimana appendiks telah pecah sehingga isis appendiks keluar menuju rongga peinium yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses.
Appendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan prosedur atau pendekatan endoskopi.

B.    Etiologi
-          Penyebab belum pasti
-          Faktor yang berpengaruh:
·           Obstruksi: hiperplasi kelenjar getah bening (60%), fecalit (massa keras dari feses) 35%, corpus alienum (4%), striktur lumen (1%).
·           Infeksi: E. Coli dan steptococcus.
·           Tumor

C.   Patognesis
Apa 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya appendiks:
1.    Adanya isis lumen
2.    Derajat sumbatan yang terus menerus
3.    Sekresi mukus yang terus menerus
4.    Sifat inelastis/tak lentur dari mukosa appendiks
Produksi mucin 1-2 ml/hari.  Kapasitas appendiks 3-5 cc/hari.  Jadi nyeri McBurney akan muncul setelah terjadi sumbatan ± 2 hari.

D.   Patofisiologi
E.     

Sumbatan:
Ø  Sekresi mucus
Ø  Tekanan intra lumen ↑
Ø  Gangguan drainase limphe
Ø  Oedema + kuman
Ø  Ulserasi mukosa
 

Appendiks akut fokal:
Nyeri viseral ulu hati karena regangan mukosa




Tekanan intra lumen ↑↑:
Ø  Gangguan vena
Ø  Thrombus
Ø  Iskemia + kuman
Ø  Pus
 
                                                                              Appendiks supuratif:
                                                                              Nyeri pada titik McBurney peritonitis lokal




Tekanan intra lumen ↑↑↑:
Ø  Gangguan arteri
Ø  Nekrosis + kuman
Ø  gangren
 
                                                                              Appendiks gangrenosa
         Peritonitis
    Peritonitis umum

Apendiks terimplamasi dan mengalami edema sebagai akibat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing.  Proses implamasi meningkatkan tekanan intraluminal menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progesif dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang terimplamasi berisi pus.
Appendiksitis akut setelah 24 jam dapat menjadi:
1.    Sembuh
2.    Kronik
3.    Perforasi
4.    Infiltrat → abses

F.    Manifestasi Klinik
1.    Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disrtai dengan demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
2.    Nyeri tekan local pada tititk McBurney bila dilakukan tekanan.
3.    Nyeri tekan lepas dijumpai
4.    Terdapat konstipasi atau diare
5.    Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar dibelakang sekum
6.    Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal
7.    Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8.    Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis
9.    Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10.  Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
11.  Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi.  Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

G.   Pemeriksaan Diagnosis
1.    Anamnesa
a.    Nyeri (mula-mula di daerah epigastrum, kemudian menjalar ke titik McBurney).
b.    Muntah (rangsang visceral)
c.    Panas (infeksi akut)
2.    Pemeriksaan fisik
a.    Status generalis
-          Tampak kesakitan
-          Demam (≥37,7 oC)
-          Perbedaan suhu rektal > ½  oC
-          Fleksi ringan art coxae dextra
b.    Status lokalis
c.    Defenmuskuler (+) → m. Rectus abdominis
d.    Rovsing sign (+) → pada penekanan perut bagian kontra McBurney (kiri) terasa nyeri di McBurney karena tekanan tersebut merangsang peristaltic usus dan juga udara dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakkan peritonium sekitar apendiks yang sedang meradang sehingga terasa nyeri.
e.    Psoas sign (+) → m. Psoas ditekan maka akan terasa sakit di titik McBurney (pada appendiks retrocaecal) karena merangsang peritonium sekitar app yang juga meradang.
f.     Obturator sign (+) → fleksi dan endorotasi articulatio costa pada posisi supine, bila nyeri berarti kontak dengan m. obturator internus, artinya appendiks di pelvis.
g.    Peritonitis umum (perforasi)
Ø  Nyeri diseluruh abdomen
Ø  Pekak hati hilang
Ø  Bising usus hilang.
h.    Rectal touché: nyeri tekan pada jam 9-12
Alvarado score:
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendiksitis akut atau bukan, meliputi 3 simtom, 3 sign dan 2 laboratorium:
a.    Appendiksitis pain                                                 2 point
b.    Lekositosis (>10 ribu)                                            2 point
c.    Vomitus                                                                 1 point
d.    Anoreksia                                                              1 point
e.    Erbound Tendenees Fenomen                             1 point
f.     Degre of celsius (>37OC)                                     1 point
g.    Observation of hemogram (segmen> 72%)        1 point
h.    Abdominal migrate pain                                        1 point
Total point                                                    10

3.    pemeriksaan penunjang
a.    laboratorium
o   Hb normal
o   Leukosit normal atau meningkat (bila lanjut umumnya leukositosis, >10,000/mm3)
o   Hitung jenis: segmen lebih banyak
o   LED meningkat (pada appendicitis infiltrate)
b.    Rongent: appendicogram
Hasil positif berupa:
o   Non-filling
o   Partial filling
o   Mouse tail
o   Cut off
Rongent abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi peritonitis.

H.   Diagnosa Banding
1.    Kehamilan ektopik terganggu
2.    Salphingitis akut (adneksitis)
3.    Divertikel Mackeli
4.    Batu ureter
5.    Enteritis regional, gastroenteritis
6.    Batu empedu
7.    Pankreatitis
8.    Cystitis
9.    infeksi panggul
10.  Torsi kista ovari
11.  Endometriosis


I.      Penatalaksanaan
1.    Appendiktomi cito (app akut, abses dan perforasi)
2.    Appendiktomi elektif (app kronik)
3.    Konservatif kemudian operasi elektif (app infiltrate)
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa appendiksitis telah ditegakkan.  Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan.  Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.  Appendiktomi dilakukan segera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi.  Appendiktomi dapat dilakukan dengan spinal anastesi atau anestesi umum dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi.

J.    Kompilkasi
Komplikasi utama appendiksitis adalah perforasi appendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidensi perforasi 10-32%.  Perforasi terjadi 24 jam setelah awitan nyeri.  Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7OC atau lebih tinggi, penampilan toksik dan nyeri abdomen atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu.

K.   Persiapan preoperative
Infuse intravena digunakan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan menggantikan cairan yang hilang.  Aspirin diberikan untuk mengurangi peningkatan suhu.  Terapi antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi.  Bila ada kemungkinan atau terbukti ileus paralitik, selang nasogastrik dapat dipasang.  Enema tidak diberikan karena dapat menimbulkan perforasi.

L.    Penanganan post operatif
Tempatkan pasien pada posisi semifowler karena dapat mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen yang membantu mengurangi nyeri.  Analgetik diberikan untuk mengurangi nyeri.  Cairan per-oral dapat diberikan bila dapat mentoleransi.  Pasien yang mengalami dehidrasi sebelum pembedahan diberikan cairan secara intravena.  Instruksi untuk menemui ahli bedah untuk mengangkat jahitan pada hari ke 5-7.  aktifitas normal dapat dilakukan dalam 2-4 minggu.





M.   Diagnosa keperawatan utama mencakup antara lain:
Preoperatif:
§      Kurang pengetahuan tentang apendicitis dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi
§      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri  (proses penyakit)

Pasca operatif:
§      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri  (insisi pembedahan pada apendiktomi)
§      Kurang perawatan diri berhubungan dengan nyeri
§      Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, insisi post pembedahan
§      Pk: perdarahan

DAFTAR PUSTAKA

Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian  perawatan  Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
Kuliah ilmu penyakit dalam PSIK – UGM, 2004, Tim spesialis dr. penyakit dalam RSUP dr.Sardjito, yogyakarta.
McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA
Maurytania, A.R, 2003, Buku Saku Ilmu Bedah, Widya Medika, Yogyakarta.





   ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF Nn. A DENGAN REGIONAL ANESTESI PADA PASIEN APENDICITIS AKUT      DI RUANG OK   RS PELABUHAN BOOM BARU     PALEMBANG


I.     PENGKAJIAN
HARI               :           Selasa
TANGGAL      :            12  Oktober 2010 
TEMPAT         :           Kamar Operasi
METODE        :           Auto dan Allo anamnesa, Pemeriksaan fisik
SUMBER        :           Pasien, Keluarga
OLEH             :           Yanuar siswanto

A.    Identitas
Nama                    :           Nn. A
Umur                    :           19 tahun
Jenis Kelamin       :           Perempuan
Diagnosa             :           Apendicitis
Alamat                  :           Jl. Glatik Pena Pusri Borang Sako Palembang.
Tanggal masuk     :           11 Oktober 2010
No Register          :           067601


B.    Riwayat Penyakit
1.    Keluhan utama
Pasien datang ke UGD dengan keluhan nyeri perut kanan bawah selama 2 hari.
2.    Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD pada tanggal 11 Oktober 2010 dengan keluhan nyeri perut kanan bawah selama 3 hari, demam ringan sejak tanggal 9 Oktober 2010.
3.    Riwayat Penyakit Dahulu
-            Riwayat penyakit darah tinggi   : disangkal
-            Riwayat penyakit Diabetes        : disangkal
-            Riwayat penyakit asma             : disangkal
-            Riwayat alergi                            : disangkal
-            Riwayat operasi sebelumnya    : disangkal
4.    Riwayat Penyakit Keluarga
-            Riwayat penyakit darah tinggi   : disangkal
-            Riwayat penyakit Diabetes        : disangkal
-            Riwayat penyakit asma                         : disangkal
-            Riwayat alergi obat                    : disangkal.
     
C.   Pola Kebiasaan Sehari-hari
1.    Sirkulasi
Pada tanggal 11 Oktober 2010
-            TD                      =  110/ 60 mmHg
-            MAP       = (1xS)+(2xD)/3 = (130+160)/3 = 97 mmHg            
-            Nadi        = 88 x/mnt, regular, isi dan tegangan cukup  
-            Konjungtiva = tidak anemis
-            CRT < 2 detik
-            Sianosis ( - )
2.    Eliminasi
Sebelum sakit pasien BAK 7 – 8 x/ hari, BAB 1 x/ hari, tidak ada keluhan nyeri dan gangguan eliminasi lainnya. Sejak sakit pasien mengeluh sulit BAB karena nyeri.

3.    Makanan / cairan ( status nutrisi )
Pasien mengeluh mual, muntah ( - ), BB saat ini 44 kg, status nutrisi baik, tidak ada penurunan berat badan yang signifikan.

4.    Nyeri / nyaman :
Klien mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak tanggal 11 Oktober 2010, nyeri tekan abdomen dan nyeri semakin meningkat bila beraktivitas.

5.    Seksualitas :
Pasien berjenis kelamin perempuan, berusia 19 tahun.
6.    Pengetahuan / pendidikan :
Pasien saat ini sedang kuliah di satu Stikes di Palembang.
D.   Pemeriksaan Fisik
1.    Brain :
-       Kesadaran : CM
-       Tak ada gangguan persepsi
-       Pasien mengatakan takut operasi.
2.   Breathing :
-          Jalan nafas bersih tidak ada sumbatan
-          Bentuk dada normal,terlihat space intercostae,Respirasi 18x/mnt
-          Tak ada pernafasan cuping hidung
-          Whizing (-)  Snoring(-) Gurgling(-), pasien tidak sedang batuk / pilek
3.   Blood :
-          T/D                        :           130 / 80 mmhg
-          N                           :           90 x/mnt
-          Konjungtiva           :           Tidak Anemis ( normal )
-          Kapiler refill           :           < 2 detik
-          Puasa                   :           8 jam
4.   Blader :
-            Tidak terdapat distensi kandung kemih
-            Terpasang kateter, dengan produksi urine 420 cc ( sebelum operasi Jam 22 – jam 09.30 WIB)
5.   Bowel :
      BAB                             :           Tidak rutin, konstipasi
6.   Bone
Tidak terdapat kelainan pada tulang belakang
7.    Sistem sistem lain :
-       Gigi                 :     Palsu (-) goyah (-) menonjol (-)
-       Mandibula       :     Fractur/ Trismus (-)
-       Leher              :     Panjang normal (Sternomental > 12,5cm
 struma (-) Kekakuan Cervical (- )     
-       Hidung            :     Obtruksi (-)
8.    Status Lokalis
-            Regio                              :           Abdomen
-            Inspeksi                         :           Cembung
-            Palpasi                             :           Nyeri tekan abdomen, Mc Burney (+), otot abdomen tegang
-            Auskultasi                       :           Bising usus (+)
E.    Pemeriksaan penunjang
1.    Pemeriksaan Laboratorium ( 11 April 2010)
Darah Lengkap
Hb                               :           11, 9 g/dl         (12-16 g/dL)   
Ht                                :           38, 7 %            (W 37-43%)
Leukosit                      :           8.700/µl           (5.000-10.000 uL)
Eritrosit                       :           4,48/µl             (W 4-5 jt/uL)
Trombosit                   :           470.000/µl       (150.000-400.000/uL)
MCV                           :           74,3 fl              (80-97 fl)
MCH                           :           24,9 pgr           (26-32 pgr)
MCHC                                    :           33,5 %             (31-36%)
CT                               :           8’
BT                               :           6’
Gol. Darah      / Rh     :           O ( - )

Hitung Jenis
Eosinofil                      :           0 %                  (0-1%)
Basofil                         :           1 %                  (1-4%)
Batang                        :           0 %                  (2-5%)
Segmen                      :           72,2 %             (40-70%)
Limfosit                       :           16,3 %             (19-48%)
Monosit                       :           11,5 %             (3-9%)

Kimia Klinik
GDS                           :           102 mg/dL       ( < 110mg% )
SGOT                         :           25 µl                ( 15-37 UL )
SGPT                         :           14,1 µl             ( 5-40 UL )
Ureum                                    :           35,4 mg%        ( 15-39 mg% )
Creatinin                     :           0,67 mg%        ( 0,5-1 mg% )
HbsAg                         :           ( - )
2.    Pemeriksaan EKG
-            Irama Sinus rhytem
-            Frekuensi = Jarak R – R = 300: 4 = 75 x permenit
-            Kompleks QRS = 0,08 detik
-            Interval P – R = 0,12 detik
-            Transisi zone = V2 ke V3
KESIMPULAN  ANESTESI
-        Status fisik ASA I
-        Acc Operasi

Persiapan Operasi
            Pasien dan keluarga telah setuju dilakukan tindakan operasi Appendiktomi. Pasien beragama islam, walaupun takut untuk dilakukan tindakan operasi tetapi pasien yakin bahwa operasi adalah jalan terbaik untuk kesehatan.  Persiapan operasi yang dilakukan adalah pasien dipuasakan mulai jam 24.00, dan dianjurkan untuk istirahat cukup, dengan terpasang infus  RL 20 tetes permenit, jadi jumlah cairan yang masuk sebelum operasi :

Jumlah cairan yang masuk          =          Jumlah Tetesan x Waktu dalam Menit
                                                                               Faktor Tetesan 
                                                      =          20        x          ( 8 jam x 60 )
                                                                                          15
                                                      =          9600
                                                                    15
                                                      =          640 mL   
                                     
Estimasi kebutuhan cairan pre operasi
Pasien sudah tidak makan dan minum ± 8 jam, maka kebutuhan cairan pada pasien ini :  
      BB                                     :           44 kg
         Maintenance                     :           2cc/kgBB/jam
                                                            2 x 44 = 88 cc/jam
      Pengganti puasa 8 jam     :           Puasa x maintenance
                                                            8 x 88 =  704 cc/jam
      Stress Operasi                  :           6cc/kgBB/jam ( operasi sedang )
                                                            6 cc x 44 kg = 264 cc/jam
         EBV                                   :           70 x kgBB
                                                   :           70 x 44 = 3080 cc
         ABL                                   :           20% x EBV
                                                               20% x 3080 cc = 616 cc        
                  Jadwal pemberian cairan ( lama operasi 45 menit )
                  Jam I                                 :           ½ PP + M + SO
                                                                        ½ x 704 + 88 + 264 = 704 cc





II.            PRE ANESTESI
A.    Analisa Data Pre Operasi
NO
DATA
MASALAH
ETIOLOGI
1


















2
DS :
-      Pasien mengatakan belum pernah menjalani operasi sebelumnya.
-      Pasien mengatakan takut dioperasi
-      Pasien menyatakan belum diberi penjelasan tentang prosedur pembedahan dan pembiusan
DO :
-          TD = 130/ 80
-          Nadi = 90 x/menit
-          Pasien mau menjalani operasi

DS :
-          Pasien menyatakan nyeri perut sebelah kanan bawah
-          Nyeri perut  meningkat saat beraktivitas
DO:
-          TD = 130/ 80
-          Skala nyeri 6-7
-          Pasien tampak menyeringai kesakitan setiap bergerak dan mengubah posisi
-          Nyeri tekan abdomen kwadaran kanan bawah
-          Mc Burney ( + )
-          Otot perut tegang

Cemas


















Nyeri

Kurang pengetahuan tentang prosedur pembiusan dan pembedahan















Distensi jaringan usus oleh proses inflamasi

B.    Rumusan Diagnosa Perawatan
1.    Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh proses inflamasi ditandai dengan :
DS :
-       Pasien menyatakan nyeri perut sebelah kanan bawah
-       Nyeri perut  meningkat saat beraktivitas
DO:
-        TD = 130/ 80
-        Skala nyeri 6-7
-       Pasien tampak menyeringai kesakitan setiap bergerak dan mengubah posisi
-        Nyeri tekan abdomen kwadaran kanan bawah
-        Mc Burney ( + )
-        Otot perut tegang

2.    Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur pembiusan dan pembedahan, ditandai dengan:
DS :
-       Pasien mengatakan belum pernah menjalani operasi sebelumnya.
-       Pasien mengatakan takut dioperasi
-       Pasien menyatakan belum diberi penjelasan tentang prosedur pembedahan dan pembiusan
DO :
-        TD = 130/ 80
-        Nadi = 90 x/menit
-        Pasien mau menjalani operasi


















II.2 INTRA ANESTESI
Data Fokus intra anestesi
Operasi dilakukan pada tanggal 11 oktober 2010, Pasien masuk ke ruang operasi jam 11.00 WIB. Tensi 130/80 mmHg, nadi 90 x permenit, Respirasi 20 x per menit,suhu 36,6 derajat celcius. Setelah dilakukan loading kristaloid RL 1000 cc, pemberian premedikasi Ondensetron 4 mg, dan dipastikan bahwa infuse lancar dengan IV line no 18, maka pasien diposisikan duduk untuk persiapan SAB.
1.    Persiapan alat :
Jarum spinal No.25                                              1 buah
Sarung tangan steril no 7,5                                  1 pasang
Spuit 3 cc                                                             2 buah
Spuit 5 cc                                                             2 buah
Spuit 10 cc                                                           1 buah
Kom betadin                                                         1 buah
Kain kasa lipat steril                                             5 buah
Intubasi set                                                           1 set
Selang oksigen nasal                                           1 buah
Monitor pasien                                                     1 set
Mesin anestesi                                                     1 unit
Sumber gas                                                         lengkap.
Obat :
Obat spinal anestesi ( decain 20 % )                   1 ampul
Obat Vasopressure ( ephedrine )                        1 ampul
Aqua for injection                                                 2 fls
Cairan infus kiristaloid ( RL )                               3 fls
Cairan infus koloid (haemacel)                            1 fls
Obat Anti muntah (ondensetron 4 mg)                1 ampul                      
Analgetik non narkotik (trolax 30 mg)                 1 ampul                      
Obat emergensi
Obat anti kolinergik
-          SA
Obat induksi
-          Propofol
-          ketamin
Obat anti depresan
-          midazolam
-          Phetidin
Gas anestesi / agent inhalasi
-          sevoflurane
-          halotane

2.    Persiapan Pasien
Pasien ditidurkan dalam posisi supinasi dan selanjutnya dilakukan pemasangan monitor untuk dilakukan pemeriksaan hemodinamik. Posisi dirubah dari supinasi ke posisi duduk. Pasien diposisikan duduk kemudian dengan posisi badan tegak dengan kepala agak menunduk, tangan memeluk bantal, posisi kaki sejajar dan pasien dianjurkan untuk rileks.

3.    Pelaksanaan
1.    Atur posisi pasien dari supinasi keposisi duduk dengan tegak lurus kepala ditekuk dagu seolah – olah menyentuh dada.
2.    Identifikasi landmad SIAS kemudian tarik garis imajiner space antara L 3 dan L 4, kemudian diberi tanda dengan menggunakan ujung kuku ibu jari.
3.    Memakai sarung tangan yang steril.
4.    Disinfeksi wilayah yang akan dilakukan penusukan jarum spinal dengan betadine kemudian di keringkan dengan kassa steril.
5.    Asisten memberi spuit 5 cc dan jarum spinal yang seteril.
6.    Ambil obat spinal anestesi dengan spuit 5 cc yang steril tadi.
7.    Tusukan jarum spinal antara space antara L –3 dan L – 4 sampai masuk keruang subarakhnoid.setelah melewati ruang (kutis, supraspinosom, interspinosum, flavum,epidural dan ruang arachnoid)
8.    Setelah yakin masuk dengan tanda tekanan positif yaitu dengan keluarnya cairan lumbal tarik mandrine.
9.    Masukan obat spinal dengan spuit 5 cc yang berisi obat spinal (bukain 20 %) secara berlahan-lahan sambil diaspirasi kemudian masukan lagi obat spinal sampai dosis yang ditentukan. Kecepatan penyuntikan obat 1 ml / 3 - 5 detik..
10.  Deep bekas penusukan dengan kain kasa yang steril pasang plester, kemudian pasien diposisikan seperti semula ( supinasi ).
11.  Setelah selesai penyuntikan penderita segera dibaringkan dengan posisi terlentang dengan posisi kepala lebih rendah.
12.  horisontal, kepala dialasi bantal dan selama blok subarakhnoid penderita diberi oksigen.
13.  Bila terjadi penurunan tekanan darah sistolik > 30% dari tekanan sistolik pre anestesi diberikan infus cepat larutan koloid / kristaliod, bila tidak menolong diberikan efedrin 10 mg intravena secara intermiten.
14.  Bila terjadi bradikardi dimana laju jantung < 60 x / menit diterapi dengan sulfas atropin 0,5 mg intravena. Semua efek samping yang timbul selama pembedahan dan pasca pembedahan seperti mual, muntah, pusing, mengantuk, mulut kering menggigil, pruritus, sesak nafas dan retensio urine dicatat.
15.  Tentukan tinggi blok dengan cara tes nyeri
16.  Monitor tanda vital
17.  Setelah dilakukan blok anestesi pasien diposisikan dgn posisi lythotomy

Evaluasi
1.    Anestesi dimulai pukul 11.00 WIB, operasi mulai pukul 11.15 WIB sampai dengan pukul 12.15 WIB.
2.    Operasi berjalan lancar
3.    Tim operasi tetap menjaga kesterilan  dan keamanan pasien
4.    Selama operasi pasien tampak tenang
5.    Selama operasi :
a.    Pemberian O2 kanule 2 l/mt.
b.    Tekanan darah dan nadi dimonitor tiap lima menit sekali :
-          Lima menit I          : 130/90 mmHg, Nadi 90 x/menit SpO2 99%
-          Lima menit II         : 111/76 mmHg, Nadi 89 x/menit SpO2 98%
-          Lima menit III        : 100/70 mmHg, Nadi 74 x/menit  SpO2 99%
-          Lima menit IV        : 128/80 mmHg, Nadi 78 x/menit, SpO2 99%
-          Lima menit V         : 120/82 mmHg, Nadi 79 x/menit SpO2 99%
-          Lima menit VI        : 119/80 mmHg, Nadi 76 x/menit SpO2 99%
-          Lima menit VII       : 125/78 mmHg, Nadi 80 x/menit  SpO2 99%
-          Lima menit VIII      : 124/72 mmHg, Nadi 76 x/menit, SpO2 99%
-          Lima menit IX        : 128/75 mmHg, Nadi 78 x/menit SpO2 99 %
-          Lima menit X         : 118/73 mmHg, Nadi 79 x/menit  SpO2 99%
c.    Respirasi Rate 20 x / menit, terpasang oksigen nasal 2 lpm
d.    Perdarahan selama operasi ± 50 cc
e.    Pasien tidak tampak hipoksia
f.     Pembedahan dilakukan selama 60 menit
g.    Perfusi jaringan baik, tidak tampak sesak
h.    Tidak tampak tanda – tanda hipovolemia
i.      Terpasang IVFD, RL 1000 ml
j.      Injeksi ondensetron 4 mg intravena
k.    Injeksi trolac 30 mg intravena
Analisa Data Intra Anestesi
No
Data
Etiologi
Masalah
1
DS  :
-   Pasien menyatakan puasa sejak 10 jam yang lalu, pasien menyatakan haus.
DO :
- tensi rendah (100/70), nadi cepat dan kecil (74), akral dingin, bibir tampak kering.
Vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi spinal
Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Rumusan Diagnosa Keperawatan Intra Anestesi
1.    Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi spinal.



Perencanaan Intra Anestesi
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1
Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi spinal ditandai dengan :
DS  :
-   Pasien menyatakan puasa sejak 10 jam yang lalu, pasien menyatakan haus.
DO :
- tensi rendah (100/70), nadi cepat dan kecil (74 x/mt), akral dingin, bibir tampak kering.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit  keseimbangan cairan dan elektrolit tercukupi dengan kriteria :
-   Akral hangat
-   Hemodinamik normal
-   Masukan cairan dan keluaran seimbang
-   Urine autput 1 – 2 cc/kgbb/jam
-   Hasil lab elektrolit darah normal
1.   Kaji tingkat kekurangan volume cairan
2.   Kolaborasi untuk pemberian cairan dan elektrolit
3.   Monitor masukan dan keluaran cairan dan elektrolit
4.   Monitor hemodinamik
5.   Monitor perdarahan




















Pelaksanaan dan Evaluasi Intra Anestesi.
Tanggal / Jam
Implementasi
Evaluasi
11 okt 2010
11.15 WIB





1.   mengaji tingkat kekurangan volume cairan
2.   mengkolaborasi untuk pemberian cairan dan elektrolit
3.   Memonitor masukan dan keluaran cairan
4.   Memonitor hemodinamik dbn
5.   Memonitor perdarahan (50 cc)
S : -
O :
-    Kebutuhan volume cairan seimbang
-    Lokasi tusukan infus tidak bengkak dan infus lancar
-    Cairan masuk kristaloid 1000 ml dan koloid 500 ml
-    Hemodinamik TD : 120/82, nadi 79 x/mt, resp 20 x /mt
A :Masalah teratasi
P :pertahankan intervensi.


II.3 PASCA ANESTESI
Data fokus Pasca Anestesi
a.    Pengkajian keperawatan pada jam 12.20 WIB
1)  Status Sirkulasi
TD           :  118/73 mmHg
Nadi         :  79 x /menit
Respirasi :  20 /menit
Tidak tampak adanya sianosis, turgor baik, akral terasa hangat.
2)  Status Respirasi
RR 20 x/menit teratur tidak ada sesak, perjalanan pasien sejak dari kamar operasi ke ruang RR tidak menggunakan oksigen, kepala pasien hanya diberi bantal dan pasien mengatakan tidak sesak.
3)  Status neurologis
Pasien masih belum bisa menggerakan ektrimitas bawah, dan pasien mengatakan kedua kakinya masih terasa berat.
4)  Instruksi Pasca Operasi
-          Bedrest total 24 jam, tidur pakai bantal.
-          Infus sesuai kebutuhan cairan, berikan Oksigen 2 lpm
-   Observasi tanda vital tiap 5 menit pada 15 menit pertama post operasi, selanjutnya tiap 15 menit., emergency lapor dokter anestesi.
-          Bila TD Sistol < 100 mmHg, berikan vasopressor (ephedrin) 10 mg IV.
-          Miringkan kepala bila muntah dan suction.
-          Boleh makan minum secara bertahap, lain-lain sesuai therapie bedah
5)  Bromage Score
0      : seluruh tungkai kaki dapat digerakan
1      : tidak mampu mengekstensi tungkai
2      : tidak mampu memfleksi lutut
3      : tidak mampu memfleksi pergelangan kaki



Analisa Data Pasca Anestesi
No
Data
Etiologi
Masalah
1
DS :
-    Pasien mengatakan kaki kesemutan
-    Pasien menyatakan kaki terasa hilang
-    kedua tungkai tidak bisa digerakan dan terasa berat.
DO :
-    neuropati ekstrimitas bawah
-    Bromage skor 3
-    Tungkai tidak bisa digerakan
Pengaruh sekunder obat anestesi (RA)
Hambatan mobilitas ekstimitas bawah

Rumusan Diagnosa Keperawatan Pasca Anestesi
Hambatan mobilitas ekstrimitas bawah berhubungan dengan pengaruh sekunder obat anestesi (RA)

Perencanaan Pasca Anestesi
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1
Hambatan mobilitas ekstrimitas bawah berhubungan dengan pengaruh sekunder obat anestesi (RA) ditandai dengan :
DS :
-    Pasien mengatakan kaki kesemutan
-    Pasien menyatakan kaki terasa hilang
-    kedua tungkai tidak bisa digerakan dan terasa berat.
DO :
-    neuropati ekstrimitas bawah
-    Bromage skor 3
-    Tungkai tidak bisa digerakan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 pasien mampu menggerakkan ekstrimitas bawah denga kriteria :
- tidak ada neuropati
- mampu menggerakkan eks rimitas bawah (BS : 0).
-       Atur posisi pasien
-       Bantu pergerakan ekstrimitas bawah
-       Ajarkan proses pergerakan
-       Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan pergerakan
-       Ajarkan teknik pergerakan yang aman
-       Latihan angkat atau gerakkan ekstrimitas bawah
-       Lakukan penilaian Bromage scala.


Pelaksanaan dan Evaluasi Pasca Anestesi
Tanggal/jam
    Implementasi
Evaluasi
11 okt  2010
12.20 WIB
-       mengaturtur posisi pasien supine
-       membantu pergerakan ekstrimitas bawah
-       mengjarkan proses pergerakan
-       mengjarkan dan dukung pasien dalam latihan pergerakan
-       mengjarkan teknik pergerakan yang aman
-       melakukan latihan angkat atau gerakkan ekstrimitas bawah
-       melakukan penilaian Bromage scala.
S : -
O:
-        hambatan ekstrimitas bawah normal
-        mempu menggerakkan kedua ekstrimitas bawah (kaki)
-        mempu mengangkat kedua ekstrimitas bawah
-        neuropati hilang skala bromage : 2
A: Masalah belum teratasi
P: Teruskan  intervensi